Meningkat, Bukan Cepat-Cepat

Shalat tarawihnya cuma 8 rakaat. Itu pun langsung pake 4 rakaat. Jadinya cuma dua kali salam. Sholat witirnya langsung 3 rakaat. Selesainya bisa sampai 30 menit, bahkan bisa lebih. Justru dengan pelan-pelan, kita bisa merasakan nikmatnya. Bawa mobil juga kalau pelan-pelan mah, kita bisa menikmati pemandangan di sekitar.

Bagi saya, ini bukan hal yang baru. Dan kami juga sering dihadapkan pada pilihan mau yang cepat atau yang pelan. Karena sudah nyaman dengan yang pelan, jadinya sudah tak tertarik lagi dengan yang super kilat itu.

Mungkin sudah dibilang bosen. Pengen cari suasana baru. Tapi bukan itu sih, tepatnya lebih kepada dorongan batin. "Kalau gitu aja mah, dimana keagungan Ramadhan yang ingin didapat. Puasanya cuma nahan lapar dan haus saja, ditambah sholat tarawihnya super cepat. Apa istimemanya? Mau sampai kapan begitu? Bener kita sudah menjalankan ibadah dengan baik di bulan penuh kebaikan ini?

Jika tidak disadari dari sekarang, kapan lagi? Kalau merasa nyaman dengan yang sudah dilakukan, apalagi tanpa proses evaluasi dan koreksi, bahayanya stagnan. Gak ada perubahan. Gitu-gitu ajah. Dari lahir sampai gede begitu terus. Padahal kebenaran itu harus kita cari. Harus dikritisi. Supaya tidak taklid buta.

Jumalah rakaatnya 20. Tapi selesainya cuma sampai 15 atau 10 menit. Bukankah rasulullah saw saja kakinya bengkak-bengkak karena melaksanakan shalat. Kita, sebagai umatnya, kok secepat kilat. Apa yang kita cari? Mau cepat-cepat nonton televisi? Mau makan lagi? Atau mau maen hape-hapean lagi?

Sekali lagi, ini bukan bermaksud menyalahkan. Tapi, mari kita intospeksi diri. Sudah gak zamannya melakukan ibadah tapi tidak mengerti apa maksud dari yang dikerjakan. Bukankah kalau ketemu pujaan hati maunya berlama-lama. Betah sampai berjam-jam pula, malah 4 jam saja terasa cepat.

Yang kita temui sang penguasa. Sang pemberi rizqi dan pencipta semeata alam. Lebih dari seorang kekasih, lebih dari pujaan hati. Lantas kenapa kita malah malas-malasan dan seolah ingin cepat selesai. Inilah tipu daya setan. Kita dijebak dengan sesuatu yang penuh kehampaan. Kita diming-imingi kesenangan. Padahal, semuanya itu hanya kepalsuan supaya kita lalai dari kewajiban.

Shalat terasa berat, tapi nonton sinetron amatlah nikmat. Mainin hape tak kenal tempat, giliran shalat malah terlewat. Sholat tarawih pengennya cepat-cepat, takut acara televisinya terlewat.

Mau sampai kapan bertemu dengan bulan yang penuh rahmat. Tapi kitanya malah bodo amat dan dibiarkan lewat. Mikirinnya cuma buka pake makanan yang enak dan nikmat. Eh pas abis sahur dan sampe pagi malah lupa gak niat.

Ayo sadar sebelum terlambat. Pesan ini untuk keluarga, saudara bahkan sahabat. Semoga ibadah kita terus ada perbaikan dan meningkat. Kelak kita dipertemukan bersama-sama di akhirat. Bersama orang-orang yang mendapat rahmat. Amiin.
_

Amhaisme
Ramadhan 1440 H, #2
___

Google Plus
    Komentar Lewat Blog
    Komentar Lewat Facebook

0 komentar:

Posting Komentar